Manat Rahim, Lecturer at Department of Economics Haluoleo University, Abstract from Complete Repport was loading in JEP-IESP UNHALU Edisi I Vol I 2008.
International trade in context of gains from trade is one of reasons for involving in trading. Which is determined particularly by endowment factors of participating countries. Although the trading proportion is expressed in simplified models of two countries with two commodities, interdependencies among trading model and number of versions of trade theory and transfer of labour value should the taken into account. The key elemnt in any unequal trade (non-equivalent exchange) is the free international mobility countries. International. Trade and transfer of labour of profit rates earned by participating countries. International trade and transfer of labour value take place in form of commodities price and with reference to the labour value.
15 Juli, 2008
13 Juli, 2008
Elastisitas dan Perencanaan Tenaga Kerja Di Sulawesi Tenggara
LM.Harafah, Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi & Studi Pembangunan Faklutas Ekonomi Universitas Haluoleo, (Riset Lengkap di muat dalam JURNAL EKONOMI PEMBANGUNAN FE-UNHALU Volume 1 Nomor 1 Juni 2008,hal 1-11)
The Aim of this research was to analysis/lecturer in detail about man power elasticity and planning in south east Sulawesi province. The research limited at situation man power and output (PDRB) sector and regional.
The Aim of this research was to analysis/lecturer in detail about man power elasticity and planning in south east Sulawesi province. The research limited at situation man power and output (PDRB) sector and regional.
The analysis method used I this research were quantitative and qualitative descriptive. Quantitative method, formulation that used were labour elasticity (Le) for sectoral and regional.
The results of research showed that the labour (man power) elasticity that in elastic in five years (2003th–2007th period) were agriculture sector, lamp/gas/clean water, trade/hotel/restaurant and service factor. For sector that elastic were mining sector , industry (2003th – 2004th period), construction (2005th – 2006th period) transport/ communication (2005th- 2006th period) and finance sector (2004th-2005th period).
According the result of research indicated that labour (man power) elasticity regional in South East Sulawesi Province were in elastic in five years (2003th – 2007th).
Keywords : Elasticity, man power, labour, planning.
12 Juli, 2008
Studi Disparitas Pembangunan Ekonomi Kota Bau-Bau
(Riset Kerja sama Jurusan IESP-Unhalu dengan Pemerintah Kota Bau-Bau. Rosnawintang Dkk 2007,ABSTRAK dari Laporan Riset Lengkap).
Disparitas atau ketimpangan Pembangunan antar Wilayah merupakan masalah yang dihadapi oleh semua Negara didunia termasuk Indonesia. Pembangunan dalam lingkup Negara, secara spasial tidak selalu merata,kesenjangan antar daerah selalu menjadi permasalahan serius. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan cepat, sementara beberapa darah lainnya mengalami pertumbuhan yang lambat.
Meskipun perencanaan pengembangan wilayah telah dilakukan dengan baik, dalam pelaksanaannya tetap terjadi kesenjangan antar wilayah.Oleh karena itu dalam pembangunan ekonomi daerah diharapkan adanya pola kemitraan antara pemerintah,sector swasta dan masyarakat dalam mengelola potensi sumberdaya yang tersedia untuk menciptakan lapangan kerja dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (economic growth) dalam wilayahnya.
Penyebab ketimpangan antar daerah, menurut ardani (1992) dalam Kuncoro (2004) adalah konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Selain itu, ketimpangan disebabkan oleh perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar daerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh merugikan (backwash effects) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effects) terhadap pertumbuhan daerah.
Oleh BAPPENAS (2003) melihat factor-faktor penyebab ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah antara lain: 1. Faktor geografis wilayah, 2. Faktor sejarah wilayah, 3. Faktor social dan kestabilan politik, 4. Faktor efisiensi administrasi, 5. Factor perbedaan kualitas dan kuantitas factor produks. Jika dilihat dari aspek spasial ketimpangan pembangunan ekonomi dapat dlihat dari 2 masalah: 1. Akses terhadap lapangan kerja dengan melihat rasio kesempatan kerja, dan 2. Akses terhadap factor produksi yang meliputi kemudahan masyarakat dalam a. akses modal usaha dari lembaga-lembaga keuangan yanga ada, b. mengakses pasar dilihat tempat pertemuan penjual dan pembeli termasuk pasar tradisional, c. mengakses kepemilikan asset.
Kota Bau-Bau memiliki luas wilayah 83,25 KM2 terdiri atas 6 wilayah kecamatan yaitu: Kecamatan Betoambari,Kokalukuna,Wolio,Bungi,Murhum dan Kecamatan Surawolio serta 39 Kelurahan (BPS,2006).Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan yang dikehendaki sebagaimana digariskan dalam undang-undang RI Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, maka wilayah kota Bau-Bau diagi menjadi 6 Bagian Wilayah Kota (BWK).
Rencana funsgi Bagian Wilayah Kota dengan batas dan fungsi kawasan BWK sudah ditentukan dalam RTRW Kota Bau-Bau 2002, tetapi berdasarkan identifikasi potensi dan karakteristik masing-masing BWK baik dengan Peta Landsat maupun ikonos dan pengamatan lapangan serta dialog dengan narasumber dilakukan sedikit koreksi penentuan BWK di RTRWRK. Jumlah BWK tetap 6 tetapi kawasan kantor pemerintahan,perguruan tinggi, gelanggang oleha raga, industry dan tempat pengolahan akhir sampah diarahakan pengembangannya kedaratan diperbukitan yang tidak atau kurang potensial untuk fungsi pertanian secara luas. Koreksi ini juga berpengaruh kelokasi pusat-pusat BWK. Adapun hasil koreksi penentuan 6 (enam) BWK adalah sebagai berikut :
1. BWK-I dengan fungsi utama pelabuhan (transportasi laut) di Wale;
2. BWK II dengan fungsi utama perdagangan dipusatkan di Wameo;
3. BWK III dengan fungsi utama perkantoran pemerintahan dipusatkan di LIPU.
4. BWK IV dengan fungsi utama indistri pengolahan dan pergudangan dipusatkan di waruruma.
5. BWK V dengan fungsi utama pertanian dan hortikultura, perkebunan dan kehutanan yang didukung oleh fungsi pengolahan hasil pertanian,perkebunan dan kehutanan yang dipusatkan di Kaisabu.
Sebagai wilayah yang baru dimekarkan dibutuhkan ketersediaan data, informasi yang valid dan reliable tentang variable-variabel perekonomian untuk menunjnag percepatan pembangunan wilayah dikota Bau-Bau. Oleh karena itu sangat penting diawali dengan mengetahui disparitas pembangunan ekonomi antar wilayah (BWK) untuk pengembangan selanjutnya.
Hal ini dapat dilihat dari aspek disparitas pembangunan ekonomi yang meliputitingkat pendapatan, kesehatan,akses lapangan kerja dan perumahan. Selain itu perlu diketahui pula aspek penyebab terjadinya disparitas pembangunan ekonomi yang meliputi: akses modal,akses pasar,produksi dan infrastruktur yang ada.
Perbedaan beberpa indicator penting pembangunan ekonomi antar wilayah tersebut mempunyai hubungan erat dengan disparitas pembangunan ekonomi maka untuk mengatasi masalah tersebut penelitian mengenai “Studi Disparitas Pembangunan Ekonomi Kota Bau-Bau.
25 Mei, 2008
Sulawesi Tenggara & Ketergantungan Fiskal
Pembiayaan pembangunan dalam era desentralisasi fiskal ini banyak menarik perhatian berbagai kalangan, bukan hanya mereka yang setiap hari bergelut dengan Kebijakan Publik (Public Policy) namun juga kalangan dunia usaha yang menuntut ketersediaan banyak infrastruktur dalam kerangka pengembangan usahanya.
Keuangan Daerah kini menjadi satu locus pengetahuan yang cukup penting terutama dalam kaitanya dengan Desentralisasi Fiskal, Provinsi Sulawesi Tenggara terus memperbaiki kinerjanya dalam rangka memperkuat posisi keuangannya. Hal mana terlihat dalam penerimaan daerah (revenue) yang bersumber dari pajak dan retribusi daerah dimana terlihat pada tahun 2004 64,9 Milyar Rupiah dan pada tahun anggaran 2005 meningkat menjadi 74,06 Milyar Rupiah.
Disisi lain pendapatan yang bersumber dari retribusi pada tahun anggaran 2004 tercatat sebesar 8,02 Milyar Rupiah dan tahun anggaran 2005 tercatat sebesar 10,4 Milyar Rupiah yang terasa masih kurang optimal kontribusinya adalah Hasil BUMD dan penghasilan lain yang dipisahkan yaitu sebesar 5, 8 Milyar untuk tahun 2004 dan turun menjadi 5,4 Milyar pada Tahun Anggaran 2005.
Pada sisi pembelanjaan (expenditure) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara masih terlihat sangat dominan pada pos belanja aparatur yakni terrekam sebesar 153,7 Miliar Rupiah untuk mata anggaran Belanja Administrasi Umum, dilain pihak pada tahun yang sama namun pada pos Belanja Pelayanan Publik untuk mata anggaran yang sama yakni Belanja Adm.Umum tercatat hanya sebesar 6,3 Milyar.
Dari sisi Investasi juga terlihat angka yang sangat memprihatinkan pada tahun 2006 tercatat hanya 1 Investasi yang dibiayai dari Pemodal Dalam Negeri dan hanya 2 yang berasal dari Investasi Asing, yakni masing masing bergerak dibidang Perkebunan dan Perikanan.
Dana Perimbangan memainkan peranan yang cukup besar dalam struktur anggaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2004 total dana perimbangan sebesar 256,4 Milyar dan meningkat menjadi 283,9 Milyar pada tahun 2005 dari keseluruhan dana perimbangan tersebut yang memiliki besaran cukup signifikan adalah Dana Alokasi Umum (DAU) yakni 235,2 Milyar Rupiah untuk tahun anggaran 2004 dan pada tahun 2005 sebesar 254,1 Milyar Rupiah.
Bercermin dari besarnya porsi dana perimbangan dalam struktur Anggaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara terutama pada tahun pengamatan 2004 dan 2005 menggambarkan posisi keuangan daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang sangat rentan terutama dikarenakan angka ketergantungan terhadap pemerintah Pusat yang juga sangat tinggi.
Rentan dikarenakan jika terjadi goncangan (bumppy) pada posisi makro ekonomi indonesia yang mengakibatkan gangguan terhadap APBN otomatis juga akan sangat berdampak terhadap kegiatan Pemerintahan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Olehnya diperlukan langkah-langkah berani dan cepat dalam kerangka menumbuhkan tradisi BERDIKARI dalam aspek pembiayaan pembangunan, dengan demikian diperlukan inovasi dalam pengelolaan aset-aset Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara agar dapat dikonversi menjadi pendapatan (revenue) dengan demikian Pemerintah Provinsi leluasa dalam melaksanakan program-program pembangunannya.
Pada sisi lain upaya tersebut perlu didukung dengan kemampuan legislasi oleh DPRD terutama dalam rangka menyediakan payung hukum bagi aktivitas Pemerintah Provinsi dalam rangka mendorong pertumbuhan penerimaan yang bersumber Pendapatan Asli daerah Sendiri (PADS).
Keuangan Daerah kini menjadi satu locus pengetahuan yang cukup penting terutama dalam kaitanya dengan Desentralisasi Fiskal, Provinsi Sulawesi Tenggara terus memperbaiki kinerjanya dalam rangka memperkuat posisi keuangannya. Hal mana terlihat dalam penerimaan daerah (revenue) yang bersumber dari pajak dan retribusi daerah dimana terlihat pada tahun 2004 64,9 Milyar Rupiah dan pada tahun anggaran 2005 meningkat menjadi 74,06 Milyar Rupiah.
Disisi lain pendapatan yang bersumber dari retribusi pada tahun anggaran 2004 tercatat sebesar 8,02 Milyar Rupiah dan tahun anggaran 2005 tercatat sebesar 10,4 Milyar Rupiah yang terasa masih kurang optimal kontribusinya adalah Hasil BUMD dan penghasilan lain yang dipisahkan yaitu sebesar 5, 8 Milyar untuk tahun 2004 dan turun menjadi 5,4 Milyar pada Tahun Anggaran 2005.
Pada sisi pembelanjaan (expenditure) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara masih terlihat sangat dominan pada pos belanja aparatur yakni terrekam sebesar 153,7 Miliar Rupiah untuk mata anggaran Belanja Administrasi Umum, dilain pihak pada tahun yang sama namun pada pos Belanja Pelayanan Publik untuk mata anggaran yang sama yakni Belanja Adm.Umum tercatat hanya sebesar 6,3 Milyar.
Dari sisi Investasi juga terlihat angka yang sangat memprihatinkan pada tahun 2006 tercatat hanya 1 Investasi yang dibiayai dari Pemodal Dalam Negeri dan hanya 2 yang berasal dari Investasi Asing, yakni masing masing bergerak dibidang Perkebunan dan Perikanan.
Dana Perimbangan memainkan peranan yang cukup besar dalam struktur anggaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2004 total dana perimbangan sebesar 256,4 Milyar dan meningkat menjadi 283,9 Milyar pada tahun 2005 dari keseluruhan dana perimbangan tersebut yang memiliki besaran cukup signifikan adalah Dana Alokasi Umum (DAU) yakni 235,2 Milyar Rupiah untuk tahun anggaran 2004 dan pada tahun 2005 sebesar 254,1 Milyar Rupiah.
Bercermin dari besarnya porsi dana perimbangan dalam struktur Anggaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara terutama pada tahun pengamatan 2004 dan 2005 menggambarkan posisi keuangan daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang sangat rentan terutama dikarenakan angka ketergantungan terhadap pemerintah Pusat yang juga sangat tinggi.
Rentan dikarenakan jika terjadi goncangan (bumppy) pada posisi makro ekonomi indonesia yang mengakibatkan gangguan terhadap APBN otomatis juga akan sangat berdampak terhadap kegiatan Pemerintahan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Olehnya diperlukan langkah-langkah berani dan cepat dalam kerangka menumbuhkan tradisi BERDIKARI dalam aspek pembiayaan pembangunan, dengan demikian diperlukan inovasi dalam pengelolaan aset-aset Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara agar dapat dikonversi menjadi pendapatan (revenue) dengan demikian Pemerintah Provinsi leluasa dalam melaksanakan program-program pembangunannya.
Pada sisi lain upaya tersebut perlu didukung dengan kemampuan legislasi oleh DPRD terutama dalam rangka menyediakan payung hukum bagi aktivitas Pemerintah Provinsi dalam rangka mendorong pertumbuhan penerimaan yang bersumber Pendapatan Asli daerah Sendiri (PADS).
24 Mei, 2008
Kenaikan BBM, Haruskah di Pahami ?
Beberapa pekan ini masyarakat dan pemerintah seolah saling jawab-menjawab perihal Rencana Kenaikan BBM yang akan diputuskan oleh Pemerintah, masyarakat tentu kecewa, marah, dan ada juga yang apatis dan bahkan mendukung, sebaliknya pemerintah tetap yakin menaikkan BBM adalah sebagian dari jawaban terhadap kendala melambungnya harga Minyak Dunia dan ancaman Defisit Anggaran yang menghadang makro ekonomi Indonesia.
Wakil Presiden RI M.Jusuf Kalla dengan gaya-nya yang khas memberikan penjelasan rencana kenaikan BBM ini secara panjang lebar kepada media, Kalla menyatakan ini akan sama seperti meminum obat, pahit diawal-awalnya dan efeknya akan menyembuhkan sakit. Di Kota Kendari sudah sejak beberapa hari ini gelombang unjukraksa silih berganti membelah jalan-jalan di Kota Kendari menimbulkan kemacetan bahkan bentrok dengan polisi.
Belum ada penjelasan yang memuaskan dahaga kita tentang kondisi yang sesungguhnya, agar diingat Indonesia masih tercatat sebagai anggota dari sebuah kartel-pengekspor Minyak Dunia yang tersohor yang dikenal dengan OPEC. Faktanya Indonesia justru memenuhi kebutuhan dalam negerinya terhadap minyak dengan jalan meng-impornya bahkan menurut Kurtubi Indonesia sudah menjadi Net Importer.
Minyak dan Pertambangan adalah dua sektor yang atasnya pemerintah kita tidak dapat benar-benar merdeka memutuskan pengelolaanya, padahal dua sumberdaya yang tidak dapat diperharui ini nilainya (value gain) terus melangit, senasib dengan sektor regulasinya maka disektor korporasinya pun Indonesia babak belur dihajar oleh pasar bebas (free market), belum sempat menikmati re-turn atas melambungnya harga minyak dan hasil-hasil tambang lainya beberapa BUMN yang bergerak dibidang inipun harus bersiap-siap di Listing dalam rangka Public Offering di pasar modal.
Pemerintah punya argumentasi sakti, harga BBM dalam negeri adalah yang termurah di Seluruh dunia. Harga minyak dunia melaju lebih cepat dibandingkan asumsi harga beli dalam APBN kita, defisit anggaran belanja akan menekan pertumbuhan, melambatnya pertumbuhan akan mengganggu sektor produksi, dan akibatnya akan menekan income dan mendorong inflasi , jika tidak diatasi tekanan terhadap income ini akan memukul sektor riel dengan sangat kuat dan dapat mengakibtakan bangkrutnya sektor riel, ini adalah pintu masuk krisis ekonomi yang mengerikan, begitulah pemerintah berargumen.
Lalu rakyat bilang apa ? Wah, susah sekarang pegang uang 50.000 tidak ada nilainya. Mau apa-apa serba mahal, saya merasa miskin dibandingkan sebelumnya, jika sudah begini apa bedanya dengan krisis. Ketakutan pemerintah sesungguhnya tetap terjadi meskipun dalam skala dan percepatan yang berbeda, parahnya selain mahal kini minyak juga langka sudah begitu kita masih dihimbau untuk menggunakannya secara irit lagi, benar-benar sulit.
Tetapi walau bagaimanapun kita tidak boleh emosional menghadapi ini. Sebagaimana biasa masayarakat kita sudah mengerti harus berbuat apa dalam situasi seperti ini. Bahkan rakyat kita jauh lebih mengerti tentang situasi sesunggunya dibandingkan pemerintahnya, olehnya ketimbang berdemonstrasi diterik matahari menggangu lalulintas dan akhirnya menimbulkan kemacetan atau bahkan sampai harus bentrok dengan aparat lebih baik kita berdiri menatap fajar esok hari dengan semangat baru untuk bekerja dengan keras dan lebih giat sambil yah..berharap semoga EKONOMI INDONESIA tidak lagi menjadi hamba dari Pasar Dunia yang tengah berkuasa.
Wakil Presiden RI M.Jusuf Kalla dengan gaya-nya yang khas memberikan penjelasan rencana kenaikan BBM ini secara panjang lebar kepada media, Kalla menyatakan ini akan sama seperti meminum obat, pahit diawal-awalnya dan efeknya akan menyembuhkan sakit. Di Kota Kendari sudah sejak beberapa hari ini gelombang unjukraksa silih berganti membelah jalan-jalan di Kota Kendari menimbulkan kemacetan bahkan bentrok dengan polisi.
Belum ada penjelasan yang memuaskan dahaga kita tentang kondisi yang sesungguhnya, agar diingat Indonesia masih tercatat sebagai anggota dari sebuah kartel-pengekspor Minyak Dunia yang tersohor yang dikenal dengan OPEC. Faktanya Indonesia justru memenuhi kebutuhan dalam negerinya terhadap minyak dengan jalan meng-impornya bahkan menurut Kurtubi Indonesia sudah menjadi Net Importer.
Minyak dan Pertambangan adalah dua sektor yang atasnya pemerintah kita tidak dapat benar-benar merdeka memutuskan pengelolaanya, padahal dua sumberdaya yang tidak dapat diperharui ini nilainya (value gain) terus melangit, senasib dengan sektor regulasinya maka disektor korporasinya pun Indonesia babak belur dihajar oleh pasar bebas (free market), belum sempat menikmati re-turn atas melambungnya harga minyak dan hasil-hasil tambang lainya beberapa BUMN yang bergerak dibidang inipun harus bersiap-siap di Listing dalam rangka Public Offering di pasar modal.
Pemerintah punya argumentasi sakti, harga BBM dalam negeri adalah yang termurah di Seluruh dunia. Harga minyak dunia melaju lebih cepat dibandingkan asumsi harga beli dalam APBN kita, defisit anggaran belanja akan menekan pertumbuhan, melambatnya pertumbuhan akan mengganggu sektor produksi, dan akibatnya akan menekan income dan mendorong inflasi , jika tidak diatasi tekanan terhadap income ini akan memukul sektor riel dengan sangat kuat dan dapat mengakibtakan bangkrutnya sektor riel, ini adalah pintu masuk krisis ekonomi yang mengerikan, begitulah pemerintah berargumen.
Lalu rakyat bilang apa ? Wah, susah sekarang pegang uang 50.000 tidak ada nilainya. Mau apa-apa serba mahal, saya merasa miskin dibandingkan sebelumnya, jika sudah begini apa bedanya dengan krisis. Ketakutan pemerintah sesungguhnya tetap terjadi meskipun dalam skala dan percepatan yang berbeda, parahnya selain mahal kini minyak juga langka sudah begitu kita masih dihimbau untuk menggunakannya secara irit lagi, benar-benar sulit.
Tetapi walau bagaimanapun kita tidak boleh emosional menghadapi ini. Sebagaimana biasa masayarakat kita sudah mengerti harus berbuat apa dalam situasi seperti ini. Bahkan rakyat kita jauh lebih mengerti tentang situasi sesunggunya dibandingkan pemerintahnya, olehnya ketimbang berdemonstrasi diterik matahari menggangu lalulintas dan akhirnya menimbulkan kemacetan atau bahkan sampai harus bentrok dengan aparat lebih baik kita berdiri menatap fajar esok hari dengan semangat baru untuk bekerja dengan keras dan lebih giat sambil yah..berharap semoga EKONOMI INDONESIA tidak lagi menjadi hamba dari Pasar Dunia yang tengah berkuasa.
Langganan:
Postingan (Atom)