(Riset Kerja sama Jurusan IESP-Unhalu dengan Pemerintah Kota Bau-Bau. Rosnawintang Dkk 2007,ABSTRAK dari Laporan Riset Lengkap).
Disparitas atau ketimpangan Pembangunan antar Wilayah merupakan masalah yang dihadapi oleh semua Negara didunia termasuk Indonesia. Pembangunan dalam lingkup Negara, secara spasial tidak selalu merata,kesenjangan antar daerah selalu menjadi permasalahan serius. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan cepat, sementara beberapa darah lainnya mengalami pertumbuhan yang lambat.
Meskipun perencanaan pengembangan wilayah telah dilakukan dengan baik, dalam pelaksanaannya tetap terjadi kesenjangan antar wilayah.Oleh karena itu dalam pembangunan ekonomi daerah diharapkan adanya pola kemitraan antara pemerintah,sector swasta dan masyarakat dalam mengelola potensi sumberdaya yang tersedia untuk menciptakan lapangan kerja dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (economic growth) dalam wilayahnya.
Penyebab ketimpangan antar daerah, menurut ardani (1992) dalam Kuncoro (2004) adalah konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Selain itu, ketimpangan disebabkan oleh perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar daerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh merugikan (backwash effects) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effects) terhadap pertumbuhan daerah.
Oleh BAPPENAS (2003) melihat factor-faktor penyebab ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah antara lain: 1. Faktor geografis wilayah, 2. Faktor sejarah wilayah, 3. Faktor social dan kestabilan politik, 4. Faktor efisiensi administrasi, 5. Factor perbedaan kualitas dan kuantitas factor produks. Jika dilihat dari aspek spasial ketimpangan pembangunan ekonomi dapat dlihat dari 2 masalah: 1. Akses terhadap lapangan kerja dengan melihat rasio kesempatan kerja, dan 2. Akses terhadap factor produksi yang meliputi kemudahan masyarakat dalam a. akses modal usaha dari lembaga-lembaga keuangan yanga ada, b. mengakses pasar dilihat tempat pertemuan penjual dan pembeli termasuk pasar tradisional, c. mengakses kepemilikan asset.
Kota Bau-Bau memiliki luas wilayah 83,25 KM2 terdiri atas 6 wilayah kecamatan yaitu: Kecamatan Betoambari,Kokalukuna,Wolio,Bungi,Murhum dan Kecamatan Surawolio serta 39 Kelurahan (BPS,2006).Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan yang dikehendaki sebagaimana digariskan dalam undang-undang RI Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, maka wilayah kota Bau-Bau diagi menjadi 6 Bagian Wilayah Kota (BWK).
Rencana funsgi Bagian Wilayah Kota dengan batas dan fungsi kawasan BWK sudah ditentukan dalam RTRW Kota Bau-Bau 2002, tetapi berdasarkan identifikasi potensi dan karakteristik masing-masing BWK baik dengan Peta Landsat maupun ikonos dan pengamatan lapangan serta dialog dengan narasumber dilakukan sedikit koreksi penentuan BWK di RTRWRK. Jumlah BWK tetap 6 tetapi kawasan kantor pemerintahan,perguruan tinggi, gelanggang oleha raga, industry dan tempat pengolahan akhir sampah diarahakan pengembangannya kedaratan diperbukitan yang tidak atau kurang potensial untuk fungsi pertanian secara luas. Koreksi ini juga berpengaruh kelokasi pusat-pusat BWK. Adapun hasil koreksi penentuan 6 (enam) BWK adalah sebagai berikut :
1. BWK-I dengan fungsi utama pelabuhan (transportasi laut) di Wale;
2. BWK II dengan fungsi utama perdagangan dipusatkan di Wameo;
3. BWK III dengan fungsi utama perkantoran pemerintahan dipusatkan di LIPU.
4. BWK IV dengan fungsi utama indistri pengolahan dan pergudangan dipusatkan di waruruma.
5. BWK V dengan fungsi utama pertanian dan hortikultura, perkebunan dan kehutanan yang didukung oleh fungsi pengolahan hasil pertanian,perkebunan dan kehutanan yang dipusatkan di Kaisabu.
Sebagai wilayah yang baru dimekarkan dibutuhkan ketersediaan data, informasi yang valid dan reliable tentang variable-variabel perekonomian untuk menunjnag percepatan pembangunan wilayah dikota Bau-Bau. Oleh karena itu sangat penting diawali dengan mengetahui disparitas pembangunan ekonomi antar wilayah (BWK) untuk pengembangan selanjutnya.
Hal ini dapat dilihat dari aspek disparitas pembangunan ekonomi yang meliputitingkat pendapatan, kesehatan,akses lapangan kerja dan perumahan. Selain itu perlu diketahui pula aspek penyebab terjadinya disparitas pembangunan ekonomi yang meliputi: akses modal,akses pasar,produksi dan infrastruktur yang ada.
Perbedaan beberpa indicator penting pembangunan ekonomi antar wilayah tersebut mempunyai hubungan erat dengan disparitas pembangunan ekonomi maka untuk mengatasi masalah tersebut penelitian mengenai “Studi Disparitas Pembangunan Ekonomi Kota Bau-Bau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar