Banyak pihak kini yang memilih untuk menyangsikan kemampuan ilmu ekonomi dalam melakukan tugasnya dalam rangka mensejahterakan masyarakat. Kesangsian ini bukan tanpa sebab. Dikalangan ekonom sendiri terdapat kubu yang menaruh kecurigaan terhadap jalannya roda perekonomian semesta-raya yang tersus tumbuh dengan pengorbanan kehancuran yang dahsyat di pihak lingkungan hidup.
‘Zero Growth’ atau dugaan bahwa suatu saat perekonomian semesta-raya ini akan berhenti tumbuh dan menjadi stagnan bahkan mengalami kekurangan-kekurangan terutama ‘basic needs’ kini seolah menemukan momentumnya. Dilain pihak, ekonom-ekonom mainstream justru berasyik-masyuk dengan dirinya sendiri, mengumpulkan data-data deret, menduga-duga apa yang akan diputuskan pasar esok hari, mengestimasi siapa lagi yang akan nganggur esok pagi, dan memberi saran kepada para pemburu rente untuk membeli dinar-irak atau dollar-timur-timur.
Ekonom-ekonom mainstream ini berkumpul berdasarkan kesukaan mereka terhadap metodologi riset tertentu, bahkan ada juga yang berkumpul berdasarkan kota tempat lahirnya, tetapi juga ada yang bersungguh-sungguh memeras keringat dan berburu metodologi dengan langsung terlibat dalam realitas sosial.
Kini ilmu ekonomiberhadapan langsung dengan realitas sosial yang jika tidak dipecahkan maka akan berdampak langsung kepada posisi ilmu ekonomi sebagai ranah pengetahuan resmi dalam khasanah ilmu pengetahuan umat manusia.
Pendidikan ekonomi harus melek terhadap aspek historik perkembangan umat manusia, sebagaimana Smith tahun 1776 yang melakukan kembara sophisticated, yang berujung pada penemuan tonggak-tonggak kelahiran ilmu ekonomi modern. Pentingnya aspek historis- ini seolah mengingatkan kita bahwa data, statistik, variabel-variabel, faktor, koefisien, asumsi, hingga dugaan-dugaan dan fenomena tentu tidak berada dalam ruang hampa yang bebas pengaruh (Normless).
Kini perekonomian semesta raya tengah didorong oleh sektor yang justru tidak seharusnya berperan dominan dalam perekonomian, sektor itu adalah sektor Governance. Kini dunia mengahadapi kesulitan-kesulitanya disektor ekonomi, antara lain adalah kerasnya tekanan praktek perekonomian terhadap daya dukung dunia dalam menyanggah kehidupan umat manusia, serta mandulnya cara-cara berekonomi secara bijaksana.
Ditengah itu semua Negara-negara belum sejahtera terus memburu brevet ‘sejahtera’ yang akan disematkan oleh Negara-negara maju kepada mereka. Lalu apakah kesejahteraan itu terletak pada brevet tersebut ? atau apakah kesejahteraan akan berhenti dituju jika sebagian besar manusia telah baik kualitas hidupnya atau akan terus dituju hingga dunia berakhir ?
Dibutuhkan lompatan-lompatan kecil untuk keluar dari tempurung kita. Sebab jika tidak horizon kita hanya akan seluas ½ diameter tempurung tersebut. Seperti yang dilakukan oleh Gunar Myrdal, atau yang palin terkahir oleh Amartya Sen pun dapat kita berkaca kepada Muhammad Yunus,P.Hd. seorang Dekan dari Fakultas Ekonomi Universitas Chittagong Bangladesh yang sukses dengan Grameen Bank-nya. Semuanya ada ditangan kita para pekerja di ranah ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar